Oleh : Ramlan Nugraha, Sekum KAMMI Daerah Bandung
Catatan ringan ini ditulis berdasarkan pengalaman saya mengikuti Pelantikan Pengurus Pusat KAMMI yang bertempat di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat pada selasa, 23 Desember kemarin. Secara pribadi saya kesana sebagai perwakilan KAMMI Daerah Bandung. Setelah membaca tulisan di bawah ini, mohon maaf kalau ada kata yang kurang berkenan. Semoga bermanfaat bagi rekan-rekan se-perjoeangan.
1.Proses profesionalisme organisasi ternyata belum menjadi budaya tersendiri di tubuh KAMMI, tidak terkecuali di KAMMI Pusat. Awalnya sekedar basa-basi di tempat acara, sebelum proses pelantikan dimulai saya sengaja bertanya pada beberapa orang calon pengurus kammi pusat (Mauquf Mataram, Rijal Sukabumi dan Kana Cirebon) tentang posisi mereka di kepengurusan sekarang. Hal yang mengejutkan bagi saya, ternyata ketiganya mengaku tidak tahu dimana posisi mereka. Akhirnya, kegalauan hati mereka itu terobati setelah acara pelantikan mulai berjalan, pembawa acara menyebutkan satu persatu nama-nama pengurus beserta posisinya masing-masing untuk maju ke depan podium. Nah, baru mereka sadar dan tahu dimanakah posisi mereka masing-masing.
Saya berpikir bahwa sangat fatal akibatnya kalau sekelas KAMMI Pusat saja seperti ini kejadiannya. Di menit-menit terakhir para calon pengurus pusat tidak tahu posisi tempatnya berada. Mereka tidak memilih posisi sesuai dengan keahlian dan kapasitasnya masing-masing. Lantas bagaimana dengan konsep “Muslim Negarawan” yang digembor-gemborkan ke se-antero Nusantara oleh para kader KAMMI, termasuk pertemuan dengan SBY kemarin ? Padahal sekelas Komisariat saja, teman-teman calon pengurus diberikan kesempatan untuk memilih sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Ini sekelas Pusat, kenapa asal comot saja ? Hal yang ironi kalau kita kaitkan dengan kaidah bahwa “Seorang petarung harus mengetahui siapa dirinya, lawannya dan medan peperangannya”. Saya kira tidak penting kalau timbul pertanyaan, lantas siapa yang menempatkan mereka pada departemen-departemen di kepengurusan ? yang terpenting adalah bahwa posisi di KAMMI Pusat bukan asal penempatan saja, tapi lebih dari itu. Mereka adalah para kader terbaik yang akan memimpin gerakan ini, memimpin gerbong lebih dari 50.000 anak bangsa yang siap untuk meledakkan perubahan di negeri ini. Para pengurus pusat harus mempunyai kapasitas yang jelas, sisi akademis yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan serta mempunyai visi yang visioner. Kalau ini tidak diperhatikan oleh para pimpinan pusat, sepertinya kita harus berpikir ulang untuk menata kembali gerbong dakwah ini.
2.Ketika pembukaan acara, Jujur, saya cukup salut dengan sambutan yang diberikan oleh Saudara Ketua Umum. Saudara Ketua Umum memaparkan sebuah tulisannya yang berjudul “Pemerintah yang Tidak Memerintah”. Dalam tulisan tersebut secara umum digambarkan bagaimana evaluasi kondisi terkini masyarakat Indonesia dalam aspek sosial, ekonomi, politik, hukum dan internasional selama Rezim (beliau menulisnya seperti itu) SBY-JK selama lima tahun berkuasa. Tidak lupa juga, Saudara Ketua Umum menyampaikan seruan KAMMI menyikapi kondisi tersebut.
Saya mengutip beberapa epilog dari tulisan Saudara Ketua Umum :
“Akhirnya sebagai bangsa yang besar, Indonesia belum memiliki posisi tawar yang kuat dalam kancah politik global. Dalam lingkungan regional saja, pemerintah/rakyat Malaysia dan Singapura masih berani dengan semena-mena melakukan penyiksaan kepada warga Negara Indonesia di negaranya, terlihat tidak ada rasa menghargai sebagai anak bangsa Indonesia. Lantas dimana klaim pemerintah SBY yang sering mengatakan bahwa Indonesia punya posisi tawar yang kuat di kancah Internasional. Tindakan kesewenangan sebuah Negara kepada rakyat Indonesia di negaranya, menunjukkan bahwa Negara ini tidak memiliki harga diri di hadapan mereka. Dan dalam skala lebih luas menunjukkan lemahnya kekuatan pertahanan, intelenjensia, ekonomi, dan social negeri kita.”
Secara objektif tulisan Saudara Ketua Umum memang menggambarkan sikap politik yang jelas dari sebuah gerakan mahasiswa bernama KAMMI. Ini perlu kita hargai karena memang sejak awal core gerakan kita memang seperti itu.
Tapi sekali lagi, akan fatal akibatnya kalau Saudara Ketua Umum menciderai gerakan ini dengan langkah-langkah politik yang lucu. Pertemuan dengan SBY kemarin, penyambutan Prabowo Subiakto ketika di Muktamar kemarin harus menjadi pelajaran bahwa ternyata rekan-rekan KAMMI se-Indonesia pada dasarnya tidak mendukung langkah tersebut.
Secara pribadi dan organisasi, saya mengajak kepada Saudara Ketua Umum untuk membuktikan dalam aplikasi gerakan, mengeluarkan sikap politik yang tegas dengan pemerintah, tidak kompromistis dengan para politikus busuk, tidak basa-basi dengan para politikus gila kekuasaan, gila jabatan, dll.
3.Dalam awal sambutannya, Ketua MPR RI, DR. Hidayat Nur Wahid mengatakan kepada kita bahwa pertama, KAMMI harus lebih berorientasi pada kontribusi bukan gerakan meminta-minta, kedua, Jangan sampai KAMMI terpecah menjadi dua kubu, ada KAMMI Perjuangan. Terlepas dari point-point lain yang beliau sampaikan, saya cukup kaget dengan apa yang disampaikan oleh beliau. Kita seharusnya sadar bahwa sosok seorang Hidayat NW sekalipun telah bisa melihat adanya sinyalemen/pertanda tentang kondisi KAMMI hari ini. Oleh karena itu, saya berpikir gerakan ini harus mulai berbenah dengan terus mengkonsolidasikan internal gerakannya.
Sebagai penutup, kita berdoa kepada Allah SWT :
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebenaran dalam iman, keimanan dalam akhlak mulia, kesuksesan yang diiringi kejayaan, serta rahmat, kesehatan, ampunan dan keridhaan dari Mu” (At-Thabrani dari Ibnu Abbas r.a).
Wallahu alam.