Oleh Ramlan Nugraha
A. Pengantar
Meski terpaut 65 tahun, tetapi suasana kemerdekaan di republik ini masih terus bergelora. Dulu, kita harus berjibaku melawan penjajah. Memakai segala jenis alat perjuangan untuk satu tujuan, mengusir penjajah dari tanah air Indonesia. Semangat perlawanan itu timbul dari setiap anak bangsa yang merindukan sebuah kemerdekaan, sebuah kebebasan untuk menuai hidup mulia.
Setelah tercapainya kemerdekaan dari penjajah, bukan berarti pada saat ini kita terlena dengan situasi tersebut. Ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan oleh bangsa ini. Masyarakat kita belum serta merta terbebas dari buta huruf, masih banyak gedung sekolah yang rusak dan tidak memadai, pencapaian wajib belajar yang tersendat karena kemiskinan, dan masih banyak lagi hal yang harus diselesaikan.
Salah satu fungsi Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Pasal 31 UUD 1945 disebutkan “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Atas dasar itu maka pemerintah sebagai penyelenggara negara telah mengemban tugas besar. Sebuah amanah konstitusi dari rakyat Indonesia. Pendidikan sebagai soko guru peradaban tentu mempunyai nilai tersendiri di mata semua orang. Keyakinan yang mendalam bahwa bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar dan berperadaban tinggi jika pondasi masyarakatnya dibangun dengan moralitas dan pendidikan yang bertanggung jawab.
Posisi pendidikan tidaklah main-main. Ia bukanlah barang komoditas yang ada harganya sehingga bernuansa sangat ekonomis. Ataupun bukan pula ibarat modal sehingga wajar kalau ingin berpendidikan maka harus punya uang yang banyak. Tetapi sudut pandangnya mengerucut bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab negara dan masyarakat berhak untuk mendapatkannya dengan kondisi yang layak, bukan asal-asalan.
B. Situasi Pemenuhan Hak Pendidikan di Kota Bandung
Salah satu pelayanan publik dari pemerintah adalah menyangkut aspek ketersediaan sarana/prasarana pendidikan. Sarana/prasarana merupakan pra syarat adanya proses pendidikan. Kita bisa mengetahui apakah kondisi sarana/prasarana pendidikan sebuah daerah sudah mengikuti standar minimal pendidikan atau belum. Hal ini bisa menunjukkan terkait ketercapaian penyelenggara daerah dalam memenuhi hak pendidikan masyarakat. Berikut di bawah ini gambaran singkat terkait dengan pemenuhan hak pendidikan khususnya di Kota Bandung.
Pada tahun 2009 di Kota Bandung terdapat sekolah untuk tingkat dasar sebanyak 939 buah dengan jumlah murid sebanyak 218944 siswa dan 7705 guru. Ini artinya seorang guru membimbing 28 siswa. Pada tingkat SMP terdapat 214 sekolah dengan kapasitas siswa yang mengikuti pendidikan sebanyak 106410 siswa dan jumlah guru sebanyak 1836 orang. Rasio murid dan guru pada tingkat SMP sangat besar yaitu 1 : 57 atau seorang guru membimbing sekitar 57 siswa. Untuk jumlah SMA terdapat 45 sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 51447 siswa dan jumlah guru sebanyak 6210 orang. Sedangkan jumlah SMK sebanyak 88 buah dengan jumlah siswa 80782 orang dan jumlah guru sebanyak 4709 orang.
Data diatas menunjukkan bahwa pada tingkat SMP, rasio rata-rata seorang guru harus membimbing sekitar 57 siswa. Hal ini tentu bisa dibayangkan ketika seorang guru harus menangani begitu banyak siswa. Peran guru sebagai pendidik akan sulit tercapai karena terbentur dengan overnya siswa. Usia SMP merupakan masa dimulainya tahap remaja awal. Dalam usia ini, sangat dimungkinkan secara psikologi seorang siswa membutuhkan peran guru bukan hanya sebagai pengajar di kelas. Oleh karena itu, dengan kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kota Bandung mengalami kekurangan guru SMP.
Menurut data di atas, jumlah SMP swasta sebanyak 162 buah dan negeri sebanyak 52 buah. Rasio murid-guru antara negeri dan swasta pun masih sangat besar yaitu diatas 50 siswa per satu guru. Dengan besarnya rasio tersebut, pemerintah dituntut segera mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi kekurangan guru SMP baik di negeri ataupun swasta.
Perbandingan antara jumlah SMK negeri dan swasta cukup besar, yaitu lima kali lipat. Jumlah SMK negeri sebanyak 15 buah sedangkan SMK swasta sebanyak 73 buah. Dengan banyaknya SMK swasta, hal ini menunjukkan bahwa peran swasta untuk ikut meningkatkan sumber daya manusia tenaga kejuruan sangat besar di Kota Bandung. Selain itu, menurut sumber dari Dinas Pendidikan Pemkot Bandung, SMK swasta jauh menampung lebih banyak murid daripada sekolah negeri. Jumlah murid SMK swasta sebanyak 62096 orang sedangkan murid negeri sebanyak 18686 orang. Minat siswa untuk masuk SMK swasta ternyata lebih besar dibandingkan masuk SMK negeri. Jumlah pendaftar SMK swasta sebanyak 30053 siswa sedangkan SMK negeri sebanyak 10030 siswa.
Minat siswa untuk masuk SMK tidak diimbangi dengan rasio jumlah ruang kelas dan murid. Dari jumlah 1817 ruang kelas ternyata menampung siswa sebanyak 80472 orang. Ini artinya setiap ruang kelas diisi sekitar 44-45
Dari data rasio jumlah ruang kelas dan jumlah murid, diketahui bahwa perbandingan antara jumlah kelas dengan jumlah murid adalah 1 : 66 untuk tingkat SD, 1 : 133 untuk tingkat SMP, 1 : 38 untuk tingkat SMA dan 1 : 44 untuk tingkat SMK.
Data di atas menunjukkan bahwa Kota Bandung masih mengalami kekurangan ruang kelas. Untuk tingkat SD, dari 3317 ruang kelas ternyata menampung 218944 siswa atau setiap ruang kelas untuk 66 siswa. Yang mengkhawatirkan adalah jumlah siswa SMP sebanyak 106410 hanya ditampung dengan 799 ruang kelas. Ini artinya rasionya 133 siswa berbanding satu kelas. SMA dan SMK pun demikian, meski tidak terlalu parah seperti SD ataupun SMP, kondisinya masih kekurangan ruang kelas.
Kualitas bangunan sekolah dilaporkan dari 3317 ruang kelas SD yang ada di Kota Bandung, sebanyak 406 buah atau 12,2 persen mengalami rusak berat. Jumlah SD yang mengalami rusak ringan sebanyak 645 buah atau 19,4 persen. Jumlah ruang kelas SD yang mengalami rusak berat ini sangat dikhawatirkan karena apabila kita bandingkan dengan rasio jumlah kelas-murid maka dari 406 ruang kelas rusak berat ada 26796 siswa yang harus belajar dalam kondisi tersebut. Dengan jumlah siswa SD yang harus belajar dalam ruang kelas rusak berat tersebut maka pemerintah dituntut untuk segera menanganinya.
C. Penutup
Dari paparan diatas, sekilas kita bisa melihat gambaran tentang kondisi pendidikan di Kota Bandung. Walaupun posisinya sebagai ibu kota provinsi, tetapi ketersediaan ruang kelas masih sangat jauh dari standar minimal pendidikan. Sebagai contoh adalah rasio jumlah ruang kelas dengan murid untuk tingkat SMP yaitu 1 : 133.
Demikian pun pada tingkat dasar, pemerintah daerah masih belum bisa menyediakan ruang kelas yang layak bagi siswa SD. Rasio jumlah ruang kelas dan murid mencapai 1 : 66 dengan 26796 siswa belajar dalam keadaan ruang kelas yang rusak berat. Masalah kekurangan guru SMP pun menjadi persoalan yang harus segera ditangani oleh pemerintah daerah. Dengan rasio jumlah guru dan murid 1 : 57, hal ini menunjukkan belum memenuhi standar minimal pendidikan. wallahu’alam.
Bandung, 21 Agustus 2010