Ramlan Nugraha
Sekretaris Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Bandung
Dalam kaitannya dengan dunia kebebasan mengeluarkan pendapat, unjuk rasa sepertinya merupakan sarana yang mendapat nilai tertinggi bila dibandingkan dengan sarana-sarana lainnya di Negeri ini. Ada beberapa alasan kenapa masyarakat Indonesia gemar untuk berunjuk rasa. Pertama, kemudahan dalam sisi operasional aksi, kedua, adanya stagnasi kualitas partai politik sebagai pencetak para wakil rakyat dan ketiga, buruknya kinerja pemerintah. Tiga alasan tersebut sepertinya cukup untuk mewakili kenapa unjuk rasa tidak pernah sepi dari dunia perpolitikan kita.
Di era transisi demokrasi ini, peran sektor ketiga atau elemen non pemerintah tidak dapat dianggap remeh dalam pembangunan pilar-pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila kita cermati, penggerak mula setiap terjadi unjuk rasa mayoritas selalu dipelopori oleh peran sektor ketiga ini, entah itu Ormas, LSM, Organisasi Mahasiswa, dll. Peran mereka cukup signifikan, terbukti beberapa kasus seperti korupsi, lingkungan, pendidikan, moralitas yang menjadi sorotan para penegak hukum salah satunya berkat pressure dari sektor ketiga ini.
Peran signifikan yang mereka lakukan tentu sangat bermanfaat bagi pemerintah untuk melakukan kinerjanya dengan baik. Tidak sekedar komunikasi, tetapi hubungan yang terjaga dengan intens antara keduanya setidaknya dapat berdampak positif bagi keberlangsungan demokrasi di negeri ini. Strategi inilah yang seharusnya menjadi core gerakan bagi setiap elemen Bangsa dan Negara. Pemerintah sadar akan tugas yang diembannya dan siap menerima segala kritikan dari siapapun. Begitu juga dengan elemen non pemerintah, mereka sadar akan fungsi dan tugasnya sebagai salah satu jembatan rakyat dan pemerintah. Sisi arogansi semua pihak harus kita hilangkan dengan kesadaran dan pemahaman bahwa negeri ini harus kita bawa ke arah perbaikan menuju kesejahteraan masyarakat, bukan kepentingan kekuasaan an sich.
Sehubungan dengan rencana pemerintah untuk memperketat aturan unjuk rasa, penulis berpendapat bahwa hal itu pada dasarnya tidak perlu dilakukan. Selain aturan unjuk rasa yang memang sudah ada, kita juga melihat bahwa rencana pemerintah ini bukanlah hal prioritas yang penting dan mendesak untuk dilakukan. Malah terkesan menciderai hubungan antara pemerintah dan masyarakat sebagai pelaku unjuk rasa. Sikap berlebihan Presiden SBY terkait suara sound system menunjukkan bahwa Beliau kurang peka terhadap kondisi masyarakat yang dipimpinnya, melakukan hal praktis yang mudah dilakukan tanpa berpikir tentang apa aspirasi yang menjadi objek pengunjuk rasa.
Kita tentu ingat, kisah Khalifah Umar bin Khattab yang mengetahui bahwa ada satu keluarga yang kekurangan makan. Seketika itu sang Khalifah langsung pergi dan kembali membawa sekarung gandum serta menyerahkannya kepada keluarga tersebut. Dia meminta maaf bahwa ternyata masih ada rakyatnya yang masih kekurangan makan. Sebagai pihak yang diberikan amanah kepemimpinan, seharusnya pemerintah dalam hal ini Presiden SBY harus melihat substansi akar permasalahan yang dihadapi. Tentu, akan berbeda halnya kalau Presiden SBY menanggapi suara sound system yang dianggap menganggu tersebut dengan berbagai tindakan konkret untuk meningkatkan kualitas kinerja pemerintahan yang dipimpinnya. Suara sound system tersebut adalah suara rakyat, suara yang memilih para wakil rakyat termasuk Presiden dan Wakil Presiden serta suara yang menginginkan perbaikan di negeri ini.
Sebagai kesimpulan saya berpendapat bahwa, pertama, Pemerintah supaya tidak gegabah merencanakan atau mengambil setiap kebijakan. Dalam waktu dekat ini, hal prioritas yang perlu dilakukan Presiden beserta jajarannya adalah masalah fundamental yang dialami masyarakat, seperti kelangkaan BBM, banyaknya PHK dan meningkatnya tingkat pengangguran. Kedua, Aturan unjuk rasa sudah ada, tinggal dilaksanakan dengan penuh kedisiplinan oleh semua pihak. Ketiga, membahas kembali aturan unjuk rasa memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Alangkah strategisnya kalau hal tersebut digunakan konkret untuk kepentingan rakyat. Keempat, Pemerintah harus sadar dan mengevaluasi diri terkait dengan kinerja yang selama ini dilakukan. mereka -para pengunjuk rasa- hanya ingin pemerintah mendengar dan melaksanakan aspirasi mereka, bukan untuk menganggu. Bukankah lebih gentle, kalau Anda wahai Pak Presiden, turun langsung mendatangi para pengunjuk rasa dan menanyakan langsung apa yang menjadi permasalahannya.
Wallahu’alam bishshawab.