HASIL SEMINAR POLITIK KAMMI WILAYAH JAWA BARAT
PERAN STRATEGIS PEMUDA DALAM MENYUKSESKAN PILPRES 2009
SUMEDANG, SABTU/4 JULI 2009
Dipublikasikan oleh:
Ramlan Nugraha
Ketua Departemen Kebijakan Publik
KAMMI Wilayah Jawa Barat
Seminar politik yang diselenggarakan KAMMI Wilayah Jawa Barat pada sabtu, 4 Juli 2009 kemarin menghasilkan sebuah kebulatan tekad untuk terus meningkatkan komitmen gerakan mahasiswa menjadi bagian dari Civil Society Organization (CSO) yang kuat. Hal ini didasari dari kondisi perpolitikan Indonesia yang semakin jauh dari nilai-nilai moralitas. Liberalisasi politik yang ditunjukkan oleh partai politik harus diimbangi dengan kekuatan pressure group sebagai penyeimbang dalam konteks kenegaraan.
Acara yang bertema peran strategis pemuda dalam menyukseskan Pilpres 2009 ini bertempat di Ruang Mustofo Gedung A4 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran dan dihadiri oleh kurang lebih 50 orang peserta yang berasal dari Bandung, Cirebon, Sukabumi, Sumedang, dan Tasikmalaya.
Salah seorang pembicara yang diundang dalam seminar politik ini adalah Prof.DR.Asep Warlan Yusuf,SH.,MH pakar politik dari Universitas Parahiyangan, Bandung. Pada kesempatan tersebut beliau menyampaikan terkait peran partai politik dalam kancah Pilpres 2009. Pembawaan beliau yang kalem dan bersahaja disertai dengan berbagai analisis politiknya yang tajam menjadikan acara ini berjalan santai tapi serius. Walaupun hanya sekitar 1,5 jam beliau menemani kami, banyak hal yang setidaknya menjadi pelajaran penting bagi kami. Berikut dibawah ini, beberapa catatan singkat yang sempat saya tulis ditengah pembicaraan kami dengan Professor yang sering tinggal di daerah Ciumbuleuit Bandung ini. Selamat membaca!
Prof. DR. Asep Warlan Yusuf, SH, MH.
Pakar politik Universitas Parahiyangan (UNPAR)
Peran partai politik dalam kancah Pilpres 2009
Sabtu, 4 Juli 2009/FIKOM Unpad pkl. 10.00 -11.30 WIB.
A. Etika Moralitas Berpolitik
Konstelasi politik yang ditunjukkan oleh partai politik kepada masyarakat hari ini menunjukkan hal yang kontradiktif dengan nilai-nilai moralitas. Begitu pun demikian dengan partai-partai Islam atau partai yang berbasis massa umat Islam. Untuk menakar hal itu, penting kiranya kita mengetahui etika moralitas Islam dalam hubungannya dengan politik taktis yang sekarang sedang berjalan. Hal ini bertujuan agar kita bisa membandingkan etika politik taktis yang sedang dilakukan oleh partai politik dengan etika politik Islam, sebagai referensi utama dalam aspek berpolitik.
Etika moralitas Islam melihat politik taktis sekarang, yaitu:
1. Islam selalu bersifat keniscayaan, tidak nisbi, sempurna.
Sebagai contoh, UU politik kita ternyata jauh dari moralitas Islam.
2. Argumen Islam selalu utuh, sistemik, dan koheren.
3. Islam sebagai konsep negara yang tahan goncangan/tahan kritik.
Nilai Islam selalu stabil.
4. Islam memiiki argumen yang kaya untuk menjawab segala permasalahan hidup.
5. Islam sebagai kaidah nilai yang otonom/cara pandang untuk memahami, bukan hanya mengerti.
Politik taktis yang ditunjukkan oleh partai politik sekarang hanya bertujuan untuk kepentingan kekuasaan semata. Etika berpolitik mereka sangat jauh dari etika moralitas Islam. Padahal dari semua aspek, Islam merupakan aturan yang sempurna dalam mengatur tentang cara berpolitik taktis sekalipun. Tetapi, aturan yang sempurna ini tidak dilaksanakan oleh semua partai politik, pun demikian dengan partai-partai Islam maupun partai berbasis massa umat Islam.
B. Faktor-faktor preferensi masyarakat dalam Pilpres 2009
Preferensi masyarakat dalam cara memilih dipengaruhi 3 faktor, yaitu:
1. Masyarakat memiliki pedoman bahwa: figur capres harus memiliki pengetahuan, pengalaman, pengaruh, dan keberpihakan.
Tabel 1. Telaah ketiga capres dan cawapres berdasarkan pedoman P3K
2. Platform politik yang yang ditawarkan rasional, ada terobosan baru, program yang terukur dan bisa dikerjakan dalam 5 tahun. Yakin betul dengan time framenya.
Visi misi ketiga capres tidak memiliki perbedaan sigifikan, malah dalam satu sisi hampir mirip. Setelah diselidiki ternyata muara penggodokannya sama, yaitu pada visi misi tersebut berasal dari satu lembaga research. Ini mengindikasikan tidak ada partai politik yang kreatif,dalam menghasilkan atau menawarkan gagasan originalnya. Sangat wajar memang, karena koalisi yang dibangun hanya berdasarkan bagi-bagi kekuasaan semata.
3. Preferensi pengusaha dikaitkan dengan mesin politik.
Investor politik saling terpecah pada berbagai tim sukses capres. Mereka saling berbagi. Pengusaha ingin satu putaran, karena dikhawatirkan apabila dua putaran dana yang dikeluarkan mereka akan sangat tinggi. Selain itu, lamanya proses pemilihan akan menyebabkan tersendatnya proses kebijakan nasional yang berhubungan dengan proses usaha mereka. Oleh karena itu, para pengusaha banyak yang berpindah haluan ketika tim sukses SBY-Boediono dengan sengaja mengkampanyekan Pilpres satu putaran. Rame-rame mereka beralih menjadi pendukung SBY-Boediono.
C. Lantas bagaimana dengan kondisi di Jawa Barat?
Secara singkat beliau menceritakan, dalam beberapa diskusi yang dilakukan dengan para ketua umum dari PD, Golkar, PKS dan PAN sewaktu acara debat tim kampanye hari rabu (1/7) kemarin di TVRI Jabar, mereka mengakui bahwa untuk Pilpres sekarang partainya tidak bisa mengkondisikan para kadernya untuk memilih sesuai dengan pilihan partai. Oleh karena itu, konstelasi perpolitikan di Jawa Barat (dan ini mungkin dialami oleh berbagai partai selain diatas) relatif tidak bisa memaksa para kadernya untuk menuruti kebijakan partai.
Hal diatas memang sangat beralasan karena, pertama, daya tawar partai politik pengusung koalisi yang tidak secara jujur dijelaskan oleh partai politik kepada publik, dan kedua, koalisi yang dibangun by accident, tidak dengan ukuran platform.
D. Pesan untuk gerakan mahasiswa
Menyikapi kondisi perpolitikan di atas, beliau berpendapat bahwa gerakan mahasiswa memiliki fungsi strategis dalam melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Selain itu, menjadi salah satu kekuatan dalam sektor civil society. Berikut beberapa hal yang harus diperkuat oleh gerakan mahasiswa khususnya pasca Pilpres 2009.
1. Memperkuat pendidikan politik
2. Pendidikan dengan gerakan
3. Pengawalan kebijakan pemerintah yang tidak sesuai aturan.
4. Konsisten dalam memperjuangkan nilai Islam
Demikian sekilas catatan dari penyampaian materi dari Prof.DR.Asep Warlan Yusuf,SH.,MH. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan. Semoga bermanfaat.
Wallahu’alam bishshawab.
Bandung, 5 Juli 2009
*)Preferensi menurut kamus bahasa Indonesia karya T. Heru K.B. penerbit Kanisius (2001) adalah keadaan yang lebih disukai.
Link:
http://ramlan-nugraha.blogspot.com/
http://www.kammi-jabar.or.id/