Menulis Lagi..
Ramlan Nugraha
****
Waw, lima minggu absen bloging termyata bikin tangan agak kaku. Entahlah, mungkin karena otak yang rada jumud sehingga aliran darah ke hormon penggerak agak terhenti juga. Dan pada akhirnya, istrikulah yang coba mengingatkanku untuk kembali menceburkan diri kembali ke dalam dunia literasi ini.
Rentang waktu yang cukup lama tersebut bukan karena memang ada niat untuk mundur dari dunia blogging, bukan itu. Tapi karena ada kesibukan lain yang cukup menyita waktu dan pikiran. Mungkin saatnya kita berbagi saja, sharing atas beberapa pengalaman hidup.
Tulisan terakhir, saya upload tanggal 22 Mei. Rentetan tulisan sebelumnya bertema tentang motivasi, mengingatkan agar hidup senantiasa berjalan pada relnya. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa kadang nuansa hati menjadi faktor dominan ketika seseorang menulis. Begitupun aku saat itu, rentetan tulisan saat itu mempunyai makna dibaliknya. Ada harapan yang menjadi tema besar, ada doa yang mendorong jiwa, dan aku pun tergiur untuk menuliskannya.
Mohon maaf sebelumnya. Tema besar saat itu adalah tentang cinta. Sesuatu yang jarang saya ungkapkan, apalagi ditulis. Dan memang, itu adalah sesuatu yang mungkin bagi beberapa orang sedikit enggan ketika mendengar atau membacanya. Tapi entahlah, saat itu aku hanya ingin mengungkapkan rasa itu lebih. Lebih dari yang ingin kutulis, lebih dari yang ingin aku teriakkan, ataupun lebih dari sekedar aku katakan. Sejujurnya, saat itu aku tidak ingin malu-malu lagi, kubuang rasa minder, ketidakyakinan ataupun keberanian yang kadang semakin menciut. Dan kala itu, kuputuskan untuk mengatakan cinta yang sebenar-benarnya pada sang maha kuasa, Allah Swt. Raja, penguasa jagad raya maha pemilik segalanya.
Kuputuskan untuk menggenapkan setengah dien. Aku bulatkan tekad, mengazzamkan kembali beberapa prinsip hidup yang telah kudapatkan dari Daurah Marhalah I sampai III KAMMI. sebulan setelah itu, Alhamdulillah tepat 12 Juni saya bisa melaksanakan akad nikah. Keyakinan itupun semakin bulat, tak terbendung, bahwa Allah akan sesuai dengan prasangka hambanya. Niat dan komitmen harus terus terjaga. Menikah bukan karena tahapan hidup yang harus dilewati oleh semua orang. Tapi lebih dari itu. Ia adalah pondasi kedua untuk mencapai peradaban, membentuk keluarga Islami yang menerapkan ajaran Islam di dalamnya.
Saya hanya bisa berusaha. Melaksanakan ikhtiar, sesuai dengan niat yang ada. Bukan memasrahkan sesuatu tentunya, tidak. Seorang muslim adalah kuat, menjalani hidup selalu untuk memenuhi cita-cita Islam. Itulah yang coba saya pegang. Memulai sesuatu dengan keyakinan dan keberanian, memastikan prasangka mulia kepada gusti Allah dan orang sekitar yang menjadi bagian dari interaksiku saat itu.
Dan kini, aku kembali memulai sesuatu yang baru. Dunia literasi yang telah menjadi bagian hidupku. Dan pada saatnya tiba, tapak itu akan kuwariskan pada generasi setelahku. Jejak perjuangan takkan hilang karena bergantinya zaman, tapi ia akan hilang bahkan dicerca karena kebohongan dan kesombongan. Nauzubillah, semoga kita menjadi generasi yang dijauhkan dari kedua sifat itu[]
Wallahu’alam bishshawab.
Bandung, 1 Juli 2010/ 18 Rajab 1423