Sunday, March 21, 2010
Mengawal Pelaksanaan UU Keterbukaan Informasi Publik*
Bandung, (16/3)-- Pada tahun 2010 ini, KAMMI menempatkan beberapa agenda prioritas pada ranah eksternal. Hal ini sesuai dengan hasil rekomendasi Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Jakarta pada beberapa bulan yang lalu. Agenda tersebut diantaranya adalah penuntasan kasus Bank Century, pengawalan pemilu kepala daerah (pemilu kada) dan mendorong pembentukan Komisi informasi Daerah (KID).
Salah satu agenda prioritas adalah mendorong pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID). Komisi ini merupakan amanah dari Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Undang-Undang ini dinyatakan berlaku dua tahun setelah ditetapkan pada 30 April 2008. Artinya, pada 1 Mei 2010 Undang-Undang ini sudah harus diberlakukan dan praktis tidak ada alasan lagi bagi Badan Publik untuk tidak membuka informasi.
Ada beberapa hal yang membuat KAMMI memposisikan pembentukan KID sebagai agenda prioritas eksternal. Pertama, sebagaimana tercantum dalam pasal 3 UU KIP yang menyatakan bahwa Undang-Undang ini bertujuan untuk:
(1) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
(2) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
(3) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
(4) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
(5) mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
(6) mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Perwujudan akselerasi gerakan sebagai spirit KAMMI menuju Indonesia yang baru dan mandiri tidak bisa dilakukan oleh KAMMI an sich. Dalam konsep good governance dikenal istilah akuntabilitas. Ada empat pilar yang memampukan terbentuknya lingkungan yang berbasis social accountability, yaitu kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisir dan berkemampuan, pemerintah yang responsif, kesesuaian budaya dan konteks serta akses terhadap informasi. Pengawalan KAMMI dalam mendorong terbentuknya Komisi Informasi Daerah (KID) merupakan salah satu tahapan membangun lingkungan social accountability yaitu mendorong keterbukaan terhadap akses informasi. Tahapan ini merupakan perwujudan dalam membangun Indonesia madani.
Kedua, mendorong pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat terkait akses informasi. Hak masyarakat yaitu memperoleh informasi (melihat dan mengetahui informasi, menghadiri pertemuan badan publik yang sifatnya terbuka, mendapat salinan informasi dan menyebarluaskan informasi), mengajukan permintaan informasi dan mengajukan gugatan ke pengadilan jika memperoleh hambatan dalam memperoleh informasi. Sedangkan kewajiban masyarakat adalah menggunakan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mencantumkan sumber darimana ia mendapatkan informasi publik.
Keterbukaan informasi publik merupakan suatu situasi dimana seluruh informasi yang berada di badan publik dapat diakses oleh warga, selain yang dikecualikan. Dalam pasal 2 UU KIP tentang Asas, dinyatakan sebagai berikut:
(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik;
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas;
(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang¬Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Dalam UU KIP definisi Badan Publik yaitu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Oleh karena itu, KAMMI sebagai organisasi non pemerintah bisa disebut juga sebagai badan publik. Sedangkan pengurusnya disebut pejabat publik. Proses keterbukaan terhadap informasi organisasi KAMMI apabila ada publik yang meminta, prosesnya sama juga dengan badan publik lainnya. Hal ini patut diperhatikan terutama oleh para pengurus teras organisasi. Tentu akan sangat disayangkan apabila hal ini tidak mendapat perhatian organisasi.
Komisi Informasi sebagaimana dalam UU KIP adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik, dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litegasi.
Beberapa pengertian dari istilah lainnya yaitu:
(1) Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi (hanya untuk informasi yang tidak dikecualikan).
(2) Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi informasi.
(3) Kedudukan. Komisi Informasi berkedudukan di Pusat, propinsi dan kabupaten/kota.
• Komisi Informasi Pusat dibentuk selambat-lambatnya 1 tahun setelah UU KIP disahkan,
• Komisi informasi Propinsi dibentuk selambat-lambatnya 2 tahun sejak UU KIP disahkan,
• Komisi informasi Kabupaten/Kota diapat dibentuk jika diperlukan.
(4) Sekretariat. Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh pemerintah (pusat oleh Depkominfo, Daerah oleh Dinas yang membidangi komunikasi dan informasi).
Pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID) Jawa Barat
Inisiasi pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID) sampai saat ini sudah dimulai oleh 7 provinsi. Provinsi tersebut yakni Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan Kalimantan Tengah. Perkembangan pesat dilakukan oleh Jawa Tengah yang telah memilih lima anggota KID.
Sejak Januari 2010, Pemprov Jawa Barat melalui Dinas Komunikasi dan Informasi telah mempersiapkan dan melakukan langkah-langkah pembentukan Komisi Informasi di Jawa Barat. Selain itu juga, mempersiapkan para Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di semua Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam lingkup pemerintah Jawa Barat.
Salah satu agenda yang diselenggarakan oleh Pemprov Jawa Barat adalah diskusi politik yang bertajuk “Mengawal Pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Jawa Barat”. Acara yang bekerjasama dengan LAK dan Tifa Foundation ini bertempat di Ruang Rapat Sangga Buana, Basement Gedung Sate pada Senin (15/3) kemarin.
Hadir sebagai pembicara yaitu Ketua Komisi Informasi Pusat, Kepala Diskominfo Jabar, Kepala Biro Organisasi Jabar dan Pakar Hukum Prof.DR. Asep Warlan Yusuf. Peserta yang hadir adalah seluruh Kepala/perwakilan SKPD Pemprov Jawa Barat, Partai Politik, Universitas, Tokoh Masyarakat dan LSM/NGO. KAMMI menjadi satu-satunya perwakilan organisasi mahasiswa dalam diskusi tersebut.
Dalam forum tersebut, KAMMI menyampaikan beberapa hal, diantaranya yaitu:
1. Tahapan dan timeline pembentukan KID Jawa Barat harus dipublish kepada publik. Kita tidak ingin batas waktu diberlakukannya UU ini pada 30 April 2010 mengalami keterlambatan akibat faktor kurangnya persiapan dari Pemprov;
2. Pembentukan tim seleksi anggota Komisi Informasi Daerah (KID) harus dilakukan secara transparan. Syarat dan kriteria tim seleksi pada saat ini merupakan wewenang dari Gubernur. KAMMI melihat ini bisa menjadi modus operandi penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu pengawasan dari masyarakat sangat berperan dalam tahap persiapan ini;
3. Hasil penyeleksian sampai pada tahap pemilihan Calon Anggota KID (CAKID) yang dilakukan oleh Legislatif harus dilakukan secara transparan kepada publik. Scoring CAKID harus transparan. Sudah bukan rahasia umum bahwa ketika masuk dalam ranah legislatif, proses yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan. Oleh karena itu tes kelayakan CAKID harus diketahui oleh masyarakat;
4. Pembentukan KID Kota/Kabupaten di Jawa Barat juga perlu didorong. Walaupun pembentukannya apabila dibutuhkan, tetapi melihat situasi yang terjadi KID Kota/Kab sangatlah perlu. Sebagai contoh adalah kasus penolakan masyarakat atas kenaikan tarif PDAM di Kabupaten Indramayu. Hal ini sebenarnya bermula dari keengganan pemda setempat untuk menjelaskan alasan kenaikan tarif. Sehingga tak ayal, ratusan massa turun ke jalan untuk melakukan penolakan. Apabila sudah terbentuk KID, bisa jadi badan publik tersebut dikenai sanksi karena menutup-nutupi informasi yang diminta publik.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishshawab.
Referensi:
• Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
• Saragih, Alamsyah A., (2010). Dokumen Presentasi: Mempersiapkan Pelaksanaan UU KIP. Bandung.
• Diskominfo Jawa Barat. (2010). Dokumen Presentasi: Persiapan Pembentukan Komisi Informasi Provinsi. Bandung.
*) Ramlan Nugraha, Ketua Departemen Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Jawa Barat Periode 2008-2010. Aktif juga sebagai pegiat advokasi anggaran di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Fasda Jabar. Saat ini masih bergelut menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Pendidikan dan Teknologi Kejuruan (FPTK) Universitas Pendidikan Indonesia.
at
9:25 AM