Bandung, 30 Maret 2010
Oleh: Ramlan Nugraha
(Hanya tuk berbagi, tak lebih..)
Puji syukur ke hadirat Allah SWT akhirnya saya diberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan fasilitator Musrenbang Daerah Tingkat Nasional. Pelatihan ini merupakan kerja sama antara The Asia Foundation (TAF) dengan Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM). Para peserta yang hadir hampir berasal dari seluruh Indonesia yaitu dari Aceh Besar, Aceh Barat, Cilacap, Kota Pontianak, Ciamis, Kota Mataram, Kota Palangkaraya, Palu-Sulteng, Surakarta, Jepara, Kupang-NTT, Poso-Sulteng, Jogjakarta, Pekalongan-Jateng, Kab. Tasikmalaya, Kab. Pinrang-Sulsel, Dompu-NTB, Kota Tasikmalaya, Kab. Sukabumi, Sumedang, Pare-Pare-Sulsel, Garut, Kab. Bandung, Kota Bandung, Jakarta, Malang-Jatim.
Saya sendiri sebenarnya bukanlah peserta undangan. Acara pelatihan ini hanya untuk lembaga yang bergerak dalam advokasi anggaran khususnya pada ranah Musrenbang. Lembaga tempat saya berasal yaitu Pattiro Jawa Barat pada saat ini tidak bergerak dalam advokasi Musrenbang. Awal mula kenapa saya ikut acara ini adalah ketika kami dari LSM-LSM inisiator pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID) Jawa Barat berkumpul di sekretariat FPPM, Jl Guntur Sari Buah Batu Bandung.
Pada hari itu (23/3) kami mendiskusikan tentang penyikapan terhadap pembentukan tim seleksi KID dan pengawalan tahapan pembentukan KID. Secara tidak sengaja saya melihat pada 28-30 Maret, teman-teman FPPM akan menyelenggarakan pelatihan fasilitator Musrenbang. Saya pun lantas menanyakan perihal acara tersebut kepada Pak Nandang, salah seorang pengurus FPPM. Dengan bantuan Teh Siti Aisah, rekan saya dari Pattiro, akhirnya saya pun bisa mengikuti acara tersebut. Walaupun tidak mendapatkan akomodasi, karena bukan peserta undangan, tapi sudah cukup bagi saya untuk mengikuti acara tersebut. Alhamdulillah, ini pelatihan pertama bagi saya tentang Musrenbang. Saya haturkan terima kasih untuk teman-teman FPPM.
Pelaksanaan Training
Sejujurnya, pengetahuan saya tentang Musrenbang hanya sebatas dari buku, internet, dan diskusi-diskusi. Secara empiris, saya belum pernah sekalipun ikut dalam forum Musrenbang, baik itu tingkat desa apalagi tingkat nasional. Pada minggu kemarin sebenarnya saya mau ikut Musrenbang Kecamatan Jatinangor-Sumedang di Ikopin. Tapi karena suatu hal, saya tidak jadi ikut.
Ketika hari pertama pelatihan, saya sedikit plingak-plinguk. Setiap orang ditanya tentang pengalamannya dalam proses advokasi Musrenbang. Dari mulai teman Aceh, Palangkaraya, Mataram, dst. Sedangkan saya? Ikut Musrenbang pun belum pernah, apalagi ditanya pengalaman advokasi. Kadang terpikir, beginilah kalau nekat ikut acara baru. Tapi saya coba kuatkan tekad, Fa idza azzamta fa tawakkal ‘alallahu. Kalau tidak nekat seperti ini, mana bisa dapat pengalaman baru. Bodo ah, yang penting jalan teruus..
Training of Trainers (ToT) ini diselenggarakan selama tiga hari, yaitu sejak 28-30 Maret 2010. Tempatnya di Hotel Imperium, Jl Dr Roem Kota Bandung (belakang Disdik Jabar). Konsekuensi bukan peserta undangan membuat saya tidak mendapatkan akomodasi berupa penginapan. Konsekuensinya tiap hari harus bolak-balik ke kostan di Jl Geger Kalong Girang (sekitar kampus UPI). Hanya sekedar untuk mandi dan ganti pakaian. Setelah itu kembali ke tempat pelatihan. Berangkat pukul delapan pagi, pulang lagi pukul sebelas malam. Begitu seterusnya.
Materi pelatihan yang diberikan yaitu Apa dan Mengapa Musrenbang, Pengantar Pengorganisasian Latihan Fasilitator Musrenbang, Penyusunan dan Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Musrenbang, Praktik dan Simulasi Metode Partisipatif dalam Musrenbang, Advokasi Anggaran dan Presentasi Draft Buku Panduan Fasilitasi.
Musrenbang: Cermin Demokrasi Indonesia?
Sebuah pertanyaan di awal pelatihan, Apakah Musrenbang di Indonesia telah menjadi cermin realitas demokrasi di Indonesia? Tentang pertanyaan ini, saya sudah tidak plingak-plinguk. Pada dasarnya Musrenbang adalah cermin realitas demokrasi di negeri ini. Musrenbang merupakan arena partisipasi warga dalam proses perencanaan pembangunan. Payung hukumnya jelas, organisasi penyelenggara, sumber daya hingga jadwalnya pun sudah pasti. Esensi dalam Musrenbang adalah instrumen bagi individu warga untuk secara bebas menyatakan pendapat dan mengemukakan kebutuhannya. Bukankah esensi ini sesuai dengan nilai-nilai dasar dalam demokrasi seperti kebebasan, pengakuan terhadap hak-hak individu ataupun kesamaan yang adil. Artinya Musrenbang merupakan pematangan sekaligus aktualisasi dari nilai-nilai demokrasi. Tetapi apabila kita dihadapkan pada implementasi hasil Musrenbang? Harus diakui, negeri ini masih tertatih-tatih.
Pada materi pertama, diusulkan beberapa strategi dengan tujuan untuk merevitalisasi peran Musrenbang supaya lebih bernilai signifikan. Strategi tersebut diantaranya:
1. Perluasan keterwakilan: (a) upaya tambahan untuk melibatkan perempuan, kelompok minoritas, penyandang cacat, manula, penduduk yang tidak tercatat (b) meningkatkan komitmen aparat Pemda & anggota DPRD;
2. Memperbanyak Fasilitator & Event Organizers yang cakap untuk mendesain dan menyelenggarakan Forum Deliberatif;
3. Membangun metode dan instrumen generik untuk: (a) mengidentifikasi dan memilih peserta (b) menciptakan dialog dan proses pemilihan prioritas yang efektif;
4. Memperbanyak diskusi mendalam dan refleksi tentang aspek teknis penyelenggaraan forum partisipasi;
5. Meningkatkan kemungkinan daerah untuk mengembangkan inovasi baru dan menerapkan inovasi yang sudah ada untuk meningkatkan kualitas partisipasi melalui Musrenbang.
Materi selanjutnya adalah pengantar pengorganisasian latihan fasilitator Musrenbang. Dua pertanyaan awal yang menjadi inti dari materi ini adalah, pertama, Bagaimana kelembagaan pelatihan Musrenbang? Dan kedua, Darimana sumber anggarannya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan kepada peserta. Hampir semua daerah menyampaikan kondisinya masing-masing. Berikut penyampaian daerah-daerah tersebut:
1. Sumedang: Bappeda bekerjasama dengan LSM menyelenggarakan pelatihan untuk fasilitator desa dan kecamatan.
2. Pare-Pare: Penyelenggaranya Bappeda serta Pemateri dari LSM dan narasumber luar.
3. Palu: Bappeda belum menyelenggarakan training, justru dari LSM (FPPM).
4. Pontianak: Penyelenggara Bappeda, pelatihan dari kecamatan untuk fasilitator desa.
5. Palangkaraya: Penyelenggara Bappeda bekerjasama dengan Universitas untuk menempatkan lulusannya menjadi fasilitator desa.
6. Aceh Barat dan Utara: Penyelenggaraan Musrenbang desa dan kecamatan tidak pernah dibuat, apalagi pelatihannya.
7. Aceh Utara: Tahun 2008 dan 2009 Musrenbang tidak dilaksanakan sama sekali. Tahun 2010 ada tetapi tergabung per regional (gabungan desa dan gabungan kecamatan), fasilitator dr PNPM, training dari PNPM.
8. Kota Kupang: Diselenggarakan oleh Bappeda dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa; pelatihan fasilitator kelurahan dari LSM dan penerapan belum berjalan (perlu SK).
9. Kota Mataram: Nama musrenbangnya MPPM; fasilitator dari Dinas dan LSM (individu, bukan lembaga); belum ada pelatihan.
10. Kab. Gunung Kidul: Pelatihan Musrenbang oleh LSM.
11. Kota Solo: Pelatihan oleh LSM baik untuk fasilitator kelurahan maupun kecamatan; mendorong Bappeda untuk menyelenggarakan training.
12. Pekalongan: Penyelenggaraan training belum pernah dilakukan, sering dibuatkan oleh PNPM tapi tdk menyeluruh (parsial).
13. Kota Jepara: Bappeda membuat training untuk kecamatan, tidak ada untuk desa; Lakpesdam membuat pelatihan untuk desa (parsial).
14. Cilacap: Fasilitator kombinasi pemerintah dan warga; training hanya untuk yang pemerintah; fasilitator desa dilatih Lakpesdam (35 desa dari 15 kec).
15. Malang: Bappeda menunjuk LSM untuk menyelenggarakan training fasilitator musrenbang (tapi cuma sekedar proyek).
16. Sukabumi: penguatan fasilitator baru wacana. Tahun ini belum ada training, komitmen dengan Bappeda rencananya tahun 2011.
17. Ciamis dan Garut: Tidak ada training, fasilitator Musrenbang hanya dari kalangan birokrat, Universitas sebagai staf ahli.
18. Kab. Bandung: pelatihan untuk tingkat kecamatan diselenggarakan oleh Bappeda. LSM jadi pemateri.
19. Kab. Tasikmalaya: Tahun 2008 pelatihan untuk kec. (peserta kasie ekbang) diselenggarakan oleh Bappeda dan LSM, tahun 2009 kosong dan tahun 2010 akan dilaksanakan lagi.
20. Kota Tasikmalaya: Perwalkot 2/2010 & Perda 12 -> ada point tentang fasilitator desa dan kec; LSM sbg tim monev dg SK Walikota serta tdk ada lagi training.
21. Poso: Forum di tingkat Kecamatan untuk Musrenbang yg dibentuk PPK, fasilitatornya dilatih dari Bappeda.
22. Kab. Dompu: LSM melakukan pendampingan: fasilitator desa dikembangkan LSM. Bappeda baru mulai dengar dan minta LSM utk asistensi penyusunan DPA.
23. Kab. Pinrang: Tahun 2009 Bappeda membuat pelatihan untuk desa -> diseleksi utk jadi fasilitator kecamatan -> pelatih dari LSM.
Sesi selanjutnya, materi terfokus pada peningkatan skill fasilitator. Sesi ini dibagi menjadi tiga materi yaitu:
1. Training Need Assesment dan Kurikulum
a) Penjajakan kebutuhan pelatihan
b) Merancang kurikulum pelatihan
c) Penyusunan rencana pelatihan
d) Merancang pelatihan partisipatif
2. Penyusunan Modul Pelatihan Musrenbang
a) Tujuan dan ranah belajar
b) Perancangan metode belajar
c) Perancangan media belajar
d) Penyusunan SAP
3. Teknik Fasilitasi Pelatihan Musrenbang
a) Teknik fasilitasi pelatihan
b) Teknik fasilitasi kajian partisipatif
c) Teknik fasilitasi kesepakatan
d) Lembar evaluasi simulasi teknik fasilitasi
Mengawal Musrenbang
Teman-teman menyebutnya doa yang belum terkabul. Hampir di semua daerah hasil Musrenbang tingkat desa, kelurahan atau kecamatan yang menjadi tempat dampingan terjadi ketidakamanahan dalam penyampaian pada tingkat berikutnya. Belum lagi dari kualitas pengambilan keputusan dalam Musrenbang yang tidak berpihak pada masyarakat miskin. Jangan tanya juga ketika di Aceh Barat dan Utara pelaksanaan Musrenbang desa dan kecamatan sampai sekarang tidak pernah ada. Heran? Bagaimana bisa disebut cerminan demokrasi kalau prosesnya saja tidak ada atau bahkan amburadul. Tak perlu cemas dengan itu semua, karena disanalah ruang kita untuk bekerja. Tak perlu bertanya kenapa itu bisa terjadi? Tak perlu sesalkan semua yang terjadi. Yesterday is an history. besok adalah kerja-kerja nyata.
Pelatihan ini merupakan salah satu bentuk dari inovasi dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif. Lengkapnya adalah membentuk Fasilitator yang handal dan independen. Fasilitator dalam pengertiannya yaitu orang yang mengelola proses Musrenbang agar Musrenbang menjadi wahana perencanaan partisipatif. Tugas fasilitator adalah mengelola forum Musrenbang agar berjalan dinamis. Tugas tersebut mulai dari menggali permasalahan, menggali gagasan setiap peserta, mengajak forum untuk menghargai masing-masing pendapat peserta, mengelola forum untuk bersama-sama menyusun skala prioritas masalah dan mengelola forum untuk menyepakati hasil Musrenbang dalam bentuk usulan dan nama delegasi yang akan ikut di tahapan selanjutnya (sumber: Manual advokasi masyarakat sipil dalam siklus anggaran daerah).
Simulasi yang dilaksanakan pada pelatihan berikut evaluasi langsungnya, setidaknya bisa membuat para peserta terbantu dari sisi bagaimana mengelola forum agar selalu dinamis. Walaupun tidak terlalu lama, tapi dari substansinya cukup dimengerti.
Akhir dari Kebersamaan
Kebersamaan pun akhirnya harus diakhiri. Selama pelatihan saya cukup dekat dengan mas Tarsianus Tani. Beliau dari Bengkel APPek Nusa Tenggara Timur dan tinggal di Kupang bersama keluarganya. Saya mendapatkan beberapa cerita dari beliau. Pengalamannya dalam menyusun panduan perencanaan partisipatif pembangunan masyarakat desa plus penganggaran (P3MD) di Kabupaten TTS dan Kabupaten Belu, NTT. Panduan tersebut sekarang telah menjadi buku. Sayang bukunya tidak dibawa. Tapi tak mengapa, soft copy yang diberikannya pun cukup membuat saya senang. Terima kasih Kaka..
Saya pun bangga dengan teman kelompok dari Kota Mataram. Ah, orang dari timur seberang ini selalu membuat decak kagum saja. Gaya bahasanya yang khas, kadang menggelitik tapi ada unsur kecerdasan di dalamnya. Saya jadi ingat ketika bulan Februari lalu, waktu mengikuti konferensi nasional anggaran di Jakarta, saya pun sangat terkesan dengan para pegiat sosial dari NTB. Pantas saja Tuan Guru Bajang menjadi Gubernur di Provinsi sejuta mesjid itu. Yup, pemimpin adalah cerminan masyarakat.
Motivasi lain pun bermunculan. Kang Ari, pegiat Perkumpulan Inisiatif Bandung. Orang ini sederhana, berkacamata dan berjenggot panjang khas Salafy. Tutur katanya sunda pisan, urang Bandung Asli. Umurnya 32 tahun, bulan Januari kemarin tepatnya. Menyabet gelar Master of Science (M.Sc) dalam bidang Management of Technology dengan fokus Engineering and Policy Analysis dari Delf University, Belanda. Tahun 2004, memutuskan menikah dengan perempuan warga negara Belanda. Saya plingak-plinguk lagi? Lelaki sederhana ini, ternyata?? Luar biasa. Saya mendapatkan beberapa “pencerahan” terkait motivasi menuntut ilmu, cari jodoh –mending nyari istri dari dalam atau luar negeri? , pengalaman beliau waktu di Belanda, dan yang lebih penting, “Lan, aktif di LSM ga ada batasnya, sedangkan kuliah mah aya batasna. Gampang ari ka luar mah. Apalagi aktifis LSM.” So ??
Terima kasih semuanya
Puji syukurku kepada Allah SWT
Yang telah memberiku kesempatan.
*) Musrenbang: Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan. Musrenbang terdiri dari Musrenbang desa, kelurahan, kecamatan, provinsi dan nasional. Setiap tahun menjadi agenda rutin sebagai bagian dari proses perencanaan dan penganggaran. Musrenbang adalah forum rakyat, tetapi kenyataannya sampai sekarang hal tersebut belum bisa terealisasi.