Wednesday, December 9, 2009

Pesan teruntuk Sahabat yang Milad Desember ini

Bandung, 10 Desember 2009
Ditulis pukul 01.15 - 2.25 pagi
Catatan Ringan Ramlan Nugraha




Deden Desimal: Kritis, Pendiam dan Pemberani

Lahir di Subang, 9 Desember 1986
Satu almamater, alumni SMKN 1 Purwakarta 2001-2004
http://www.facebook.com/profile.php?v=photos&ref=ts&id=100000435177644#/dedendesimal?ref=ts


Deden Desimal, saya mengenalnya sejak tahun 2001. Kami dipertemukan karena satu SMK di Purwakarta. Entah waktu itu, karena terlalu banyak anak Subang saya sempet sebel juga, "Ngapain nih orang jauh-jauh ke Purwakarta? Buat sesek aje". Maklum, dulu masih ABG, emosi lagi panas-panasnya.

Itu persepsi saya di awal pekan pertama masuk sekolah. Sebagai anak tuan rumah, wajar dong punya nasionalisme agak tinggi dibanding para inlander ini. Tapi kelamaan, ini sifat jelek. Harus dibuang jauh-jauh, karena bisa menyebabkan tawuran antar daerah. Halah!

Deden Desimal mungkin mengenal saya sebagai partner diskusi. Yup, seantero anak Otomotif, anak-anak pada mengakui bahwa Deden Desimal adalah tukang kritik. Kadang buat seger, tapi lebih banyak pahitnya. Sorry ya den. Tapi yang saya salut dari Deden Desimal adalah celotehannya yang blak-blakan, penuh percaya diri, menabrak sesuatu yang dianggapnya jumud dan jadul. Haha.., ini yang saya suka dari Deden Desimal. Mungkin kita punya karakter sama, males melihat sesuatu yang biasa. Kalau bisa dapet yang luar biasa, kenapa milih yang standar. Begitu kira-kira.

Kritis, pendiam dan pemberani menjadi tag line Deden Desimal yang saya temui dari 2001 sampai 2004. Lima tahun tiga bulan kami belum berjumpa lagi, semenjak lulus SMK. Deden pulang kandang ke Subang, membangun atau mungkin menambah ancur kota kelahirannya (sorry den), sedangkan saya melanjutkan studi ke Bandung. Interaksi antara kami baru berjalan beberapa bulan terakhir, berkat bantuan bung Mark lewat FB-nya. Entah, apa Deden Desimal sama seperti yang dulu, ataukah jadi lebih baik atau malah sebaliknya ?

Satu keyakinan saya kepada Deden Desimal. Kita dilahirkan di satu almamater yang sama, belajar bersama, untuk bisa dan terampil mekanik otomotif. Disiplin ilmu yang kita pelajari mengajari kita untuk tekun, bekerja keras tanpa henti, menemukan sesuatu bukan hanya di luar saja, tapi sampai ke akar-akarnya. Saya yakin, sikap ini mengajari Deden Desimal untuk tumbuh dan berjuang sampai sekarang ini.

Deden Desimal, meski saya belum diberi kesempatan untuk bertemu denganmu dan teman-teman yang lain, satu harapan saya ketika engkau hari ini bertambah usia. Tetap pegang teguh keyakinan bahwa kita diciptakan untuk berbuat yang terbaik untuk ummat ini. Dedikasikan segala aktivitas yang engkau lakukan semata-mata karena Tuhanmu, bukan karena godaan materi apalagi kecantikan wanita yang menipu mata. Lihatlah sekelilingmu, belajarlah dengan hati bukan dengan mata. Jadilah engkau pribadi yang mantap, penuh percaya diri untuk jadi seorang pelopor sejati, bukan menjadi pengikut barisan orang lain.

Deden Desimal, saya hanya bisa menuliskan ini saja. Tidak terlalu banyak, tapi cukup mewakili tanggung jawab saya sebagai teman. Persahabatan tak akan hilang sampai kapanpun! Umurmu bertambah, usiapun semakin menipis. Barakallahu lakum, semoga menjadi pribadi yang selalu dicintai setiap orang. Wassalam.


Best regard,
Ramlan Nugraha

-----------------------------------------------------------


Dini Handayani: Superaktif, Cerewet dan Cerdas
Lahir di Bandung, 8 Desember 1983
Satu almamater di UPI Bandung dan KAMMI 2004-2008.
http://www.facebook.com/profile.php?v=photos&ref=ts&id=100000435177644#/profile.php?id=100000435177644&ref=ts


Saya kenal Dini Handayani tahun 2005. Entah apa bayangan saya waktu itu tentang sosok perempuan berkaca mata ini. Tiga kata tentang beliau: Superaktif, Cerewet dan Cerdas. Superaktif dengan vespanya dan jalannya yang kalau ada batu pun mungkin ditendangnya. Cerewet, duh mas...ya Allah ga mau berhenti kalau diajak diskusi. Dan terakhir cerdas. Ga mungkin masuk UPI kalau ga cerdas tentunya, halah narsis.

Dini Handayani mungkin sangat ingat siapa ikhwan di komisariat yang paling sebel baginya. Yup, mungkin saya. Zamannya Deni Priyatno, saya protes paling keras karena Dini Handayani terlalu aktif di kepengurusan Kamda, sedangkan komisariat agak terbengkalai. Haha.., tapi ini protes bukan sekedar benci,dsb. Ini rasa dimana saya sebagai yunior menganggap Dini Handayani adalah asset yang harus powerfull contributed di Kampus sebelum masuk ranah selanjutnya.

Dini Handayani, saya anggap sebagai kakak mentor. Angkatan beda setahun, tapi umur mungkin kita agak jauh. Tidak terlalu masalah, toh kalau diskusi kita tidak pernah ada yang mengalah. Orang bilang tidak pernah akur.

Pertemuan saya dengan Dini Handayani hanya sekitar 4-5 tahun. Tapi cukup bagi saya untuk mengenal dan memahami makna hidupnya. So pasti bisa dijadikan pelajaran bagi saya dan keluarga saya nanti. Khusus Ramlan Nugraha, Ngatifudin Firdaus dan Syafrizal sangat ngeh dengan karakter Dini Handayani.

Dini Handayani, walaupun kita dipisahkan dengan pulau, yakinlah bahwa persahabatan yang sudah terjalin tidak akan pernah putus. "Setiap Mukmin adalah Bersaudara". Medan Jihad terbuka bagi siapa saja dan dimana saja. Terakhir, umur bertambah berarti dekat dengan kematian. Semoga tak kenal lelah dalam membangun keluarga yang samara, berbakti kepada suami, dan terus berdedikasi untuk perjuangan ummat.
Terus kobarkan semangat, pastikan semangat jihad tak pernah padam di dalam dadamu!

Best regard,
Ramlan Nugraha