Bandung, 1 Maret 2010
[ketika perjalanan adalah energi untuk terus bergerak]
“Singsingkan lengan baju, hadapi lawan,..dst”, bagian lagu ini selalu menjadi sound track yang menemani saya dalam setiap perjalanan. Tidak terkecuali dalam perjalanan kemarin dari Cirebon menuju Tasikmalaya, dan pulang kembali ke Bandung. Setiap tancapan gas, detak jantung seolah tak mau kalah, menggelorakan desah nafas bahwa hidup adalah perjuangan.
Sore itu saya sudah mempersiapkan barang-barang yang harus dibawa. Undangan menjadi pembicara dalam training budgeting teman-teman KAMMI Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya dan Ciamis. Hari Sabtu (27/2) di Kampus Unswagati Cirebon, besoknya (28/2) di Sekretariat KAMMI Tasikmalaya. Jam menunjukkan pukul 16.00, sesuai yang sudah dijadwalkan saya harus berangkat ke Cirebon. Tapi Allah berkehendak lain. New Message: kakak sakit dan dirawat di Rumah Sakit Bayu Asih, Purwakarta. Apa mau di kata, perjalanan pun saya ubah, berbelok ke kiri arah terminal Leuwi Panjang. Setelah itu langsung meluncur ke Purwakarta.
Kakak saya memang pecandu berat kopi. So, kata dokter livernya tinggi dan penyakit maag-nya kambuh. Entah berapa gelas setiap hari yang sudah diminumnya. Bisa tiga kali atau mungkin lebih. Mungkin sama dengan jadwal makan. Untuk itulah Ia harus dirawat di Rumah Sakit. Sebagai oleh-oleh, saya bawa “Demokrasi La Roiba Fiih-nya” Emha Ainun Nadjib. Buku itu baru saya beli seminggu yang lalu dan baru selesai setengahnya. Tapi karena yang sakit fansnya Emha, mudah-mudahan ini bisa menjadi penyemangat untuk mempercepat kesembuhannya.
Pukul delapan malam saya sampai ke Rumah Sakit. Alhamdulillah yang dirawat tidak terlalu parah. Besoknya sekitar pukul 06.30 pagi saya pamit untuk berangkat ke Cirebon. Sebenarnya tidak tega karena baru juga datang sudah harus berangkat lagi. Mudah-mudahan kakak saya mengerti dan cukup faham, karena saya harus mengisi di Cirebon hari itu juga. Btw, toh dia juga dulu mantan aktifis. Jadi setidaknya mengerti kegiatan adiknya ini (hehe..). Okelah kalo begitu, tarik kang!!
Terminal Cicaheum, Bandung
Pukul 09.30 sampai juga di Bandung. Singgah dulu ke sekretariat KAMMI Jabar, sarapan pagi dan ganti pakaian. Setengah jam berlalu, bus Bhinneka sudah menunggu dengan sabarnya di Terminal Cicaheum. Alhamdulillah akhirnya bisa berangkat juga ke Cirebon.
Setiap kali beres melewati Sumedang, saya pasti berpikir sudah sampai ke Kabupaten Cirebon. Lupa ada Majalengka ditengahnya. Selalu berulang dan entahlah apa karena sudah tidak tahan ingin sampai tujuan. Tentang tertundanya acara ini, sudah saya sampaikan kepada panitia tadi malam. Alhamdulillah mereka cukup mengerti. Saya bertekad Insya Allah akan membalas kebaikan teman-teman. Maaf temans.
Sepanjang perjalanan dilalui tanpa hambatan. Hanya satu mungkin yang cukup mengganggu. Wangi parfum seorang mba di sebelahku. Saya tidak tahu persis cologne yang dia pakai, dan tidak ada kepentingan saya pun harus tahu akan hal itu. Tapi yang saya heran, itu parfum kok wangi amat, tidak ada habis-habisnya mesti AC di bis ini cukup dingin. Saya jadi teringat hadis nabi tentang seorang wanita yang memakai wangi-wangian. Mungkin wanita ini tidak tahu dan semoga Allah memberinya petunjuk. Amin.
Sebuah perjalanan adalah waktu yang cukup tepat bagi seseorang untuk mengingat setiap aktivitas yang telah, sedang maupun akan dilakukan. Mengevaluasi setiap tindak-tanduk dalam kehidupan, apakah sesuai tuntunan atau tidak, apakah menyimpang atau tidak, atau bahkan mengingat kesalahan yang telah dilakukan. Perjalanan memberiku energi, mengupgrade spirit yang telah hilang dan membuat hidup lebih hidup!.
Kampus Unswagati sudah ada dihadapanku. Empat setengah jam perjalanan akhirnya selesai juga kutempuh. Tak lama berselang acara pun dimulai. Dua puluh lima orang sudah duduk dengan rapih di ruangan ini. Mereka, anak muda yang penuh semangat. Terlihat dari raut muka yang tiada henti menampakkan aura perubahan. Ciri khas anak muda memang. Tak akan kusia-siakan waktuku bersama kalian, wahai pemuda-pemudi. Dan moderator pun berbicara: Mari kita mulai.
Dua setengah jam berlalu. Materi yang kita diskusikan terkait dengan definisi anggaran dan proses tahapan penyusunannya: teknokratis dan politik. Baru itu saja yang saya sampaikan. Kita coba definisikan konsep yang ada dengan kondisi yang dihadapi oleh teman-teman. Walaupun masih terlihat satu arah, mudah-mudahan pertemuan selanjutnya bisa lebih dinamis.
Matahari masih terlihat di ufuk timur. Meski terlihat malu-malu untuk terbenam, masih kulihat sinarnya yang teduh. Cirebon, maaf aku harus meninggalkanmu. Semoga kita bertemu lagi di lain kesempatan. Salamku untuk semua yang ada di sini. oKelah kalo begithu, tarik jeh!!
Terminal Harja Mukti, Cirebon
Tepat pukul 18.00 di Terminal Harja Mukti saya memulai kembali perjalanan ke Kota Tasikmalaya. Tanpa menunggu lama, bis menuju kota santri tersebut pun akhirnya meluncur. Ini bis terakhir hari ini. Saya tak mau tanggung resiko untuk terlambat besok pagi, walau harus berdiri dan harus berdesak-desakan dalam perjalanan ini. “Singsingkan lengan baju, hadapi lawan,..dst” masih terus terngiang di kepalaku. Badan yang terus meronta karena mungkin telah lelah dipakai seharian terus kusampingkan. “Sabarlah, suatu saat engkau tidak berdiri terus. Pasti kebagian duduk.” Dan akhirnya aku pun kebagian duduk. Alhamdulillah lega.
Hampir tiga kediaman Bupati aku lewati dalam perjalanan ke Tasikmalaya ini. Kuningan, Majalengka dan Ciamis. Ah, satu keinginan yang belum tercapai. Mengunjungi Kota Banjar, sebagai pencapaian terakhirku dalam menjelajahi seluruh kota/kabupaten yang ada di Provinsi ini. Dua puluh lima kota/kabupaten lainnya Alhamdulillah bisa kutempuh dalam satu tahun kemarin. Banjar, mungkin lain kali aku berkunjung ke rumahmu. Tapal perbatasan telah kulewati, kabupaten Tasikmalaya dan akhirnya masuk ke wilayah Kota Tasikmalaya. Di Simpang Lima, aku berhenti. Waktu menunjukkan pukul 23.00. Tak lama kemudian, sate ayam di samping rel kereta api menyapaku. Ah, aku pun dengan senang hati membalas sapaannya. oKelah Kalo Begithu, pesan mang!!
Ciamis dan Kuningan memiliki kultur yang sedikit berbeda. Baik dari segi bahasa maupun perilaku orang-orangnya. Maaf, tanpa menggeneralisir semua tentunya. Ini hanya pengalaman pribadi. Di Kuningan, bahasa yang digunakannya agak kasar dibanding dengan Ciamis. Ada pengalaman lucu waktu melintas di Ciamis, ketika seorang perempuan muda turun dari bis, si kondektur dengan ringan berteriak, “Pelan-pelan Supir. Ada yang mau turun. Barang pecah nih”. Maksud barang pecah disini tidak lain adalah kepada sang gadis tadi. Si gadis hanya tersenyum sambil berlalu. Sementara penumpang di dalam karena mendengar barang pecah, kontan semua tertawa. “Aya-aya wae kenek teh”. Wkwkwkkkkk…. Tentu ini tidak bermaksud menyindir sang gadis, tapi maksudnya ini sebagai bentuk penghormatan kepada para wanita. Mereka harus diperlakukan terhormat. Ciamis memang terkenal santun. Aku pun tersenyum dalam hati..
Tahun 2006, saya dan kawan-kawan KAMMI Bandung menjadi relawan di Pangandaran. Waktu itu bulan Juli, tsunami melanda daerah ini. Banyak korban yang meninggal, rumah yang hancur dan anak-anak yang terlantar. Kami berangkat sore dari Bandung. Sang supir tidak begitu hafal dengan daerah Ciamis. Tujuan kami ke Pangandaran, eh malah ke Cilacap Jawa Tengah. Kesasarnya memang tak tanggung-tanggung, lebih dari 60 Km. waktu itu tengah malam, jadi sangat jarang warga yang ada di sana. So, Ciamis akan menjadi pengalaman tersendiri bagi saya karena dulu pernah kesasar.
Perjalanan dari Cirebon ke Tasikmalaya menghabiskan waktu sampai empat jam. Cirebon di Jabar bagian utara sedangkan Tasik berada di bagian selatan. Ditengah keduanya ada Kuningan, Majalengka dan Ciamis. ke arah timur ada Kota Banjar yang berada di daerah perbatasan antara Jabar dan Jateng.
Acara di Tasik mulai pukul 09.00 sampai pukul 15.00. Jumlah yang hadir 30 orang, 19 laki-laki sisanya perempuan. 6 orang diantaranya berasal dari Ciamis. Beberapa peserta mengakui bahwa ini merupakan hal pertama bagi mereka terkait dengan belajar anggaran. Untuk mengetahui kondisi awal, memang kami sengaja meminta data terkait dengan harapan masing-masing peserta.
Materi yang disampaikan tidak jauh berbeda dengan di Cirebon. Tetapi karena waktu training di Tasik lebih lama, maka bagian kegiatan analisa membaca APBD-nya agak kita tekankan. Menganalisa APBD memang tidak hanya melihat angka-angka dalam dokumen penganggaran saja, tetapi juga harus diimbangi dengan dokumen perencanaan semisal RPJPD atau RPJMD daerah tersebut. Nah, karena teman-teman tidak memiliki dokumen perencanaan tersebut, maka kita maksimalkan saja dengan dokumen yang ada.
Training ini pada dasarnya untuk memfasilitasi teman-teman Kamda dalam meningkatkan kemampuan advokasinya di lapangan. Semisal, KAMMI Tasikmalaya sekarang sedang mengadvokasi isu penyelewengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan KAMMI Ciamis fokus pada advokasi dana keagamaan. Sesuai dengan KUA-PPAS bahwa alokasi dana keagamaan untuk tahun 2010 sebesar Rp 4 Miliar. Tetapi ketika sidang paripurna penetapan APBD, alokasi tersebut malah menurun drastis menjadi Rp 300 juta. Dengan isu-isu yang menjadi agenda teman-teman, setidaknya training ini menjadi bagian dari capacity building yang dilakukan oleh KAMMI Wilayah.
Pangkalan Bis Budiman, Tasikmalaya
Tidak lama setelah selesai acara, saya langsung pulang. Pukul 16.00 saya sudah berada di pangkalan bis Budiman dan tidak lama bis pun melaju ke arah Bandung. Sang kondektur memberitahu bahwa sore itu di daerah Ujung Berung Bandung ada angin puting beliung yang merusak beberapa rumah. Untungnya sore itu cuaca di Tasik hanya gerimis. Walaupun sedikit panik, tetapi sang kondektur berusaha untuk menenangkan para penumpang.
Setelah hampir empat jam, akhirnya kami sampai juga di Kota Bandung. Betul apa yang dikatakan sang kondektur. Jalanan sejak di Nagreg sampai Terminal Cicaheum macet. Hal ini diakibatkan karena ada pohon yang tumbang di daerah Ujung Berung serta jalanan di sekitar Rancaekek Bandung yang tergenang banjir. Lalu-lintas pun padat merayap.
Dari Terminal Cicaheum, saya melanjutkan pulang ke rumah di Geger Kalong Girang. Cuaca dingin menyelimuti Kota Bandung malam itu. Hampir setiap sore hujan turun. Tak jarang jalanan pun ikut tergenang air cileuncang. Perjalanan akhir pekan ini pun akhirnya selesai juga. Perjalanan memberiku energi, mengupgrade spirit yang telah hilang dan membuat hidup lebih hidup![]
Wallahu’alam bishshawab.
Ramlan Nugraha
[ketika perjalanan adalah energi untuk terus bergerak]